REMNIKA

REMNIKA
Remaja Masjid Jami Nurul Ilham Kassi

Selasa, 26 Maret 2013

Peran Orang Tua terhadap Anaknya


REMNIKA - Keluarga dalam pandangan Ilmu Tarbiyatul Islamiyyah atau pendidikan Islam merupakan salah satu lembaga pendidikan, di samping sekolah dan masyarakat. Di dalam keluarga, seseorang dilahirkan, dibesarkan dan dididik pertama kali oleh kedua orang tuanya dalam keluarga. Orang tua merupakan guru bagi anak-anaknya untuk mempersiapkan norma agama, kesusilaan dan adat istiadat yang dianut dalam keluarga maupun masyarakat diajarkan orang tua kepada anak agar anak dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat ketika ia tumbuh dewasa. Orang tua juga mengajarkan kecakapan menggunakan bahasa ibu dan berbicara serta benda-benda di sekitarnya yang menjadi dasar pengetahuan bagi anak untuk dikembangkan lebih sistematis oleh sekolah. 

Peran orang tua sebagai pendidik anak dalam keluarga menurut pandangan Islam dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu :
Pertama, menanamkan nilai-nilai keislaman dalam diri anak. Sebelum anak masuk sekolah, pendidikan anak dalam keluarga yang menanamkan nilai-nilai keislaman berjalan secara tidak formal melalui pengalaman anak, baik yang didengarnya, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. Anak mulai mengenal Tuhan dan agama melalui keluarga. Sikap orang tua terhadap agama akan membekas pada anak. Orang tua adalah pusat kehidupan rohani anak sehingga nilai-nilai keagamaan orang tua akan banyak diadopsi oleh anak dan mempengaruhi cara pandangnya dan cara mengamalkan agamanya. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Rasulullah saw. dalam satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
Tidak seorang pun yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka akibat orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Muslim).

Peranan menanamkan nilai-nilai keislaman dalam diri anak bahkan dapat dilakukan oleh orang tua sejak anak masih dalam kandungan atau masih bayi dalam masa menyusui, terutama oleh ibunya. 
Ahli-ahli neurologi atau ahli otak dan syaraf seperti Harold S. Kaplan, Benjamin J. Saddock dan Jack A. Greeb menegaskan hasil penelitiannya bahwa janin yang berada dalam kandungan dalam usia 18-20 minggu atau usia kandungan 4 bulan lebih sebenarnya sudah bisa mendengar suara di sekitar ibunya. Suara yang paling dikenal oleh janin adalah suara ibunya karena janin praktis berada dalam kandungan ibunya. Berdasarkan temuan ini, muncul teknik pembelajaran pra-natal modern, yaitu menstimulasi kecerdasan anak yang masih berbentuk janin dalam kandungan dengan memperdengarkan musik klasik, khususnya gubahan W.A. Mozart, Frederic Chopin dan Ludwig van Bethoven. Alunan musik klasik tersebut dipercaya dapat memacu kecerdasan anak sejak pra-natal sehingga dirancang air phone khusus yang dihubungkan dengan tape recorder untuk memutar alunan musik klasik, kemudian air phone tersebut didekatkan ke perut ibu yang sedang hamil.

Metode pembelajaran anak pra-natal ini dapat diadopsi oleh ibu dengan seringkali berdzikir, shalat, berdoa, menyebut nama Allah Swt, membaca al-Qur’an dan sebagainya ketika masih hamil. Pada saat usia janin mencapai 18-20 minggu atau 4 bulan lebih maka intensitas berdzikir, shalat, berdoa, menyebut nama Allah Swt, membaca al-Qur’an ditingkatkan oleh ibu. Serangkaian aktivitas ibadah dan menyebut nama Allah ini apabila dilaksanakan ibu secara konsisten akan akan mengenalkan Allah Swt. kepada anak sejak anak masih berbentuk janin dalam kandungan ibu. Hal inilah menjadi salah satu hikmah terbesar yang melatarbelakangi disunnahkan seorang ibu yang sedang hamil untuk banyak berdzikir dan mengerjakan ibadah.

Ketika ibu menjatuhkan pilihan untuk menyusui anak dengan ASI (Air Susu Ibu) maka intensitas kedekatan ibu dengan anaknya akan terus berlanjut. Ibu yang sering mengucapkan basmallah ketika akan menyusui dan mengucapkan hamdalah ketika selesai menyusui sebenarnya secara sadar atau tidak sadar sedang mengenalkan Allah Swt. kepada bayinya. 

Ketika bayi menjadi kanak-kanak maka orang tua mudah mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai ketauhidan, menjawab pertanyaan-pertanyaan anak yang tentang Allah Swt, alam, kelahiran, kematian dan sebagainya dan memperdengarkan cerita-cerita dari Kitab Suci yang diberikan oleh orang tua, saudara-saudara, teman-teman dan sebagainya. Anak juga diajarkan tentang tata cara beribadah, seperti shalat lima waktu minimal ketika anak berusia tujuh tahun, menghafal do’a sehari-hari dan sebagainya. Hal ini dicontohkan oleh Allah Swt. dengan menceritakan nasehat Luqman kepada anaknya sebagaimana termaktup dalam Q.S. Luqman (31) ayat 13 :
’Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."

Seorang ahli pendidikan Islam, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, merumuskan kaidah dasar pendidikan Islam dalam keluarga menyangkut dampak pendidikan yang diterapkan orang tua terhadap kualitas pendidikan anak, yaitu jika orang tua mendidik anak dengan baik maka kualitas pendidikan anak juga menjadi baik. Namun jika orang tua kurang baik dalam mendidik anak maka kualitas pendidikan anak pun menjadi kurang baik. 

Oleh karena itu, berilah perhatian bagi pendidikan anak di rumah demi membentuk dan mengembangkan kepribadian anak sesuai ajaran Islam. Sesibuk apapun kita, anak adalah khanazah tidak ternilai yang Allah Swt. berikan kepada kita. Aneh, jika orang tua lebih memilih untuk sibuk di kantor dan di ladang pertanian, atau berani mengarungi lautan untuk mencari ikan, namun melalaikan tugasnya mendidik anak sesuai ajaran Islam. Kemudian orang tua bermimpi anak-anaknya akan tumbuh menjadi anak shalih, lalu dia berkhayal anaknya akan mendoakan kita tatkala kita terbaring di liang lahad ? 

Hari ini, banyak anak-anak muslim tatkala orang tuanya tengah menghadapi sakaratul maut, ia sibuk mencari Ustadz, Imam Masjid dan Pegawai Syara’ untuk meminta tolong mentalqinkan orang tuanya yang hampir wafat, padahal semestinya yang lebih afdhal merekalah yang harus melakukannya ? Hari ini, berapa banyak seorang anak hanya duduk mematung di luar masjid, tatkala jasad orang tuanya dimasukkan ke masjid untuk di-shalat jenazah-kan, karena dirinya tidak tahu kaifiyat shalat jezanah ? Hari ini, berapa banyak kuburan orang tua yang dipenuhi rumput ilalang tinggi, karena anak-anaknya sudah melupakan mereka, apalagi mendoakan mereka ? Jika kita tidak mau seperti ini, maka hari inilah kita berjanji untuk memberikan perhatian bagi pendidikan anak di rumah demi membentuk dan mengembangkan kepribadian anak sesuai ajaran Islam, agar esok hari anak kita menjadi anak shalih seperti kita idamkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar