REMNIKA

REMNIKA
Remaja Masjid Jami Nurul Ilham Kassi

Selasa, 29 Mei 2012

Massa FPI dan Ormas Islam Hancurkan Pabrik Miras


Massa FPI Makassar bersama ormas islam gerebek pabrik minuman keras di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Tamangngapa, Makassar, Minggu (27/5/2012) sore. Massa mendobrak pabrik dan menghancurkan botol serta mesin pembuat miras.

Massa geram karena pemilik pabrik miras tersebut tidak menutup pabrik meski telah diperintahkan oleh Pemkot Makassar.

Usai melakukan razia dan pembongkaran pabrik miras UD Padi Mas di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Senin, 28 Mei kemarin, massa Front Pembela Islam (FPI) mendatangi DPRD Makassar. Mereka mendesak dewan mengeluarkan rekomendasi penutupan pabrik miras tersebut.

Massa FPI bersama Forum Pemuda Manggala medatangi Kantor DPRD Makassar dengan membawa beberapa sampel mesin pengolah miras serta puluhan botol miras dengan berbagai tipe dan merk hasil produksi UD Padi Mas. Kondisi mesin tersebut telah rusak.  (aczha)

Jumat, 25 Mei 2012

Tabligh Akbar

Dalam Rangka Perbaikan generasi umat ke depannya, maka akan di adakan sebuah kegiatan Tabligh Akbar dengan tema " Problematika Umat dan Solusinya !" yang Insya Allah akan di laksanakan pada :


Hari
:
Ahad, 27 Mei 2012
Waktu
:
08.00 – Selesai
Tempat
:
Masjid Jami Nurul Ilham Kassi
Narasumber
:
 Bapak Camat Manggala
 Fenomena Sosial Masyarakat

Bapak Kapolsek Manggala
Responsif Aparat Terhadap Pelanggaran Hukum di Masyarakat

Ust. Ronny Mahmuddin, Ss., Lc., M.Pd.I
Solusi Islam Dalam Menyikapi Problematika Umat


Terbuka Untuk Umum & Gratis...(aczha)

Rabu, 23 Mei 2012

Pabrik Sampah Senilai Rp. 3,8 Triliun di Tamangapa


Kassi (MAKASSAR) --Pemerintah Kota Makassar menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan perusahaan pengolahan sampah yang berkantor di Singapura, Vanittelli Nexus Environmental Solutions Ltd, di Balai Kota Makassar, Senin (14/5/2012). 

Ini merupakan tindak lanjut hasil pertemuan eksekutif Vanittelli dengan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, Selasa (1/5/2012) dan peninjauan TPA Tamangapa, Rabu (2/5/2012). MoU ditandatangani Ilham dan Presiden Director Vanittelli Nexus Environmental Solutions Ltd Ivan Pereira de Araujo.

"Perusahaan ini akan melakukan investasi murni tanpa biaya Pemkot Makassar untuk pembangunan pabrik pengolahan sampah. Hal ini memiliki arti penting dalam menanggulangi sampah di Kota Makassar dan sekitarnya dalam mewujudkan Makassar menjadi kota terhijau di dunia," ujar IIham.

Pabrik pengolahan sampah ini akan menjadi pilot project di Indonesia. Nilai investasi mencapai US$ 450 juta atau sekitar Rp 3,8 triliun. Pabrik akan berdiri di atas lahan seluas enam hektare di kawasan TPA Tamangapa dan menggunakan teknologi plasma.

Selanjutnya, usai penandatanganan MoU, Pemkot Makassar akan mendalami bentuk kerjasama yang didasari atas hasil studi kelayakan atau feasibility study. (aczha)

Pemprov Sulsel dan Lingkungan TPA Tamangapa



Kassi (Makassar) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dinilai tidak peduli pada efek lingkungan yang akan ditimbulkan investor asal Brasil PT Ventelli ketika mengelola Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Tamangapa Antang.

"Pemprov Sulsel harus mengkaji ulang rencana investasi teknologi pengolahan sampah dari investor Brasil, sebab nantinya akan berdampak pada lingkungan ketika beroperasi dan berimbas ke masyarakat sekitar," tutur perwakilan Green Foundation, Rusniati di Makassar, Senin.


Tawaran investasi teknologi pengolahan sampah asal Brasil senilai Rp4,16 triliun pada TPA Tamangapa Antang Kecamatan Panakukang Makassar, kata dia, sebaiknya dipertimbangkan.

"Keberadaan investor asing dalam mengolah sampah di Makassar kami nilai penting, melihat masalah sampah di Kota Makassar tidak pernah habis. Namun, jangan sampai keberadaan mereka justru merusak lingkungan sekitar," ungkapnya.

Alasan tersebut karena ada kekhawatiran yang timbul dari kontrak jangka panjang pengelolan sampah di TPA Tamangapa yang diolah investor Brasil kemudian secara berlahan tapi pasti akan menguasai seluruh pengolahan sampah di Makassar, sehingga berisiko menimbulkan ketidakseimbangan alam akibat kompos tanah yang terus berkurang.


"Dari berbagai informasi dihimpun misalnya kita bisa lihat bagaimana di Jepang memilih mengolah sendiri sampah organik mereka. Sebab, mereka tahu bagaimana menjaga lingkungannya. Bukan malah senang memberikan pengelolaan sepenuhnya ke pihak asing. Semestinya kita bisa belajar dari mereka," paparnya.


Wanita penggiat bank sampah ini menuturkan, kebutuhan sampah organik pada perusahaan pengelolaan sampah dapat mencapai ribuan ton, tapi apakah Pemprov Sulsel dapat memenuhi permintaan mereka.


" Coba kalau dalam sebulan mereka membutuhkan ribuan ton sampah sementara tidak sesuai permintaan, apakah pemerintah mampu menyediakan permintaan mereka, inilah yang menjadi pertimbangan sebelum melakukan kontrak kerja," ungkapnya.


Ia menyarankan, Pemprov Sulsel sebaiknya mengadopsi teknologi tersebut lalu mendorong masyarakat agar memanfaatkan sampah untuk diolah menjadi sumber pendapatan.


"Sebaiknya Pemerintah setempat memberikan pemahaman dimasyarakat tentang potensi sampah yang dapat menghasilkan uang tanpa melibatkan investor asing, bukan malah membuka ruang kepada investor asing yang dapat merugikan masyarakat," jelasnya.


Sebelumnya, PT Ventelli Indonesia merupakan salah satu perusahaan asal Brasil ini akan membangun 3 pabrik pengolahan sampah diatas lahan seluas 8 hektar di Makassar.

Perusahaan tersebut telah menyiapkan nilai investasi sebesar US$450 juta atau setara Rp4,16 triliun untuk pembangunan pabrik pengolahan sampah dengan waktu pengerjaan pembangunan selama 18 bulan. Pabrik itu nantinya membutuhkan sampah perkotaan hingga 500 ton per hari, sedangkan kemampuan produksi sampah Makassar hanya sebesar 250 ton per hari.

Pemerintah setempat sejauh ini telah menyetujui tawaran kerja sama itu dengan menyiapkan lahan seluas 14,5 hektare di areal TPA Tamangapa, Makassar. Namun hampir setengah dari luas areal tersebut telah dipenuhi sampah dengan ketinggian lebih dari 5 meter. (aczha)


Chelsea FC Jura Liga Champions 2012

Sembilan tahun lalu, seorang pahlawan bernama Roman Abramovich menyelamatkan Chelsea yang kala itu dililit krisis keuangan. Tidak hanya membeli klub seharga 140 juta poundsterling, miliuner Rusia rela membelanjakan lebih dari 100 juta poundsterling pada musim pertama, hanya demi merasakan nikmatnya gelar juara.
Musim panas 2004, setahun setelah King Roman berkuasa. Abramovich mencari seorang manajer baru, dan sekian pemain bintang dari liga elite Eropa. Dicomotnya Jose Mourinho dari Porto. Satu hal paling penting, dibelinya Petr Cech (kala itu belum genap 22 tahun) dari Rennes seharga 7,1 juta poundsterling. Selang belasan hari, penyerang maut Marseille, Didier Drogba (kala itu 26 tahun) dengan tebusan 24 juta poundsterling.


Keduanya bergabung dengan John Terry (saat itu belum genap 24 tahun) jebolan Chelsea junior; danFrank Lampard (26 tahun) yang 3 tahun sebelumnya diboyong dari West Ham United. Keempat pemain kunci inilah yang membawa The Blues meraih juara Liga Inggris pertama dalam 50 tahun terakhir, pada ujung musim tersebut.
Ditambah Ashley Cole yang hadir pada musim panas 2006, lengkaplah lima pilar yang mewarnai perjalanan The Blues meraih trofi demi trofi untuk membuat King Roman bertepuk tangan kegirangan.
Namun, sembilan tahun berlalu, belanja Roman Abramovich tak jua menghasilkan gelar Liga Champions. Pasca perginya Jose Mourinho, pasukan Chelsea, terutama empat dari lima pilar utama —minus Petr Cech—  berubah menjadi penguasa ruang ganti. Luiz Felipe Scolari, pelatih yang sempat menukangi The Blues, menyebut kariernya di Stamford Bridge bagai berada di neraka.
Dominasi John Terry, Frank Lampard, Ashley Cole, dan Didier Drogba yang senantiasa dipayungi King Roman, membuat para pemain lebih berkuasa daripada manajer. Hal yang membuat Carlo Ancelotti sempat mengalami masa-masa tak menyenangkan, puasa bicara dengan Terry dan Lampard beberapa bulan.
Sejak musim 2009-10 kala mereka meraup gelar Premier League, generasi emas Chelsea sudah mengeropos. King Roman tahu hal itu, dan awal musim ini didatangkanlah seorang manajer muda bernama Andre Villas-Boas.
Sempat membawa The Blues tampil terkonsep di awal musim, akhirnya AVB kembali terbakar oleh panasnya ruang ganti. Kedisiplinan sang manajer yang terlalu berlebihan dan keberanian AVB membangkucadangkan Frank Lampard membuat kuartet penting kegerahan. Pengaruh mereka kembali terlihat. The Blues bagaikan klub yang tak tahu cara bermain sepakbola pada masa-masa menjelang AVB dibuang.


Begitu Roberto Di Matteo dipilih sebagai caretaker sementara, keadaan berubah. Empat pemain tua melunak dengan pendekatan mantan pemain The Blues, dan Chelsea kembali tampil sebagai pemenang. Barcelona disikat, Liverpool ditumbangkan di Piala FA, dan terakhir Bayern Muenchen ditekuk dalam drama adu penalti untuk memboyong gelar Liga Champions yang selama ini hanya ada di khayalan Roman Abramovich.
Satu yang harus disadari The Blues, musim depan, kejadian tak akan sama lagi. John Terry akan berusia 33 tahun di akhir kompetisi mendatang. Frank Lampard, 34 tahun, dan Ashley Cole 32 tahun. Para pemain pilar ini memang sudah memberikan yang terbaik dalam sembilan tahun terakhir. Namun, bukan berarti harus senantiasa mendapatkan porsi utama.


Peremajaan klub yang sempat terhenti sejak pertengahan musim, harus kembali dihidupkan, dan para penguasa ruang ganti, harus mulai memahami usia mereka yang terus menua. Jika tidak ada perubahan berarti, dan generasi emas yang sudah lewat masanya tetap memegang peranan penting, sulit membayangkan apa yang terjadi pada The Blues di tahun-tahun mendatang.
Sebelum masa itu tiba, acungan lima jempol tetap layak diberikan kepada John Terry, Frank Lampard, Ashley Cole, dan Didier Drogba—para penggerak mimpi The Blues di dekade awal kerajaan Roman Abramovich—.