REMNIKA

REMNIKA
Remaja Masjid Jami Nurul Ilham Kassi

Jumat, 31 Agustus 2012

Ukhuwah Sebagai Pondasi Islamiyah


Makna dan Hakikat Ukhuwah
Menurut Imam Hasan Al-Banna, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.

Ukhuwah Islamiyah adalah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Dan ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.

Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah saw membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia kurang dari setengah abad.
Sekarang ini, kita berusaha memperbaharui kekuatan ukhuwah ini, karena ukhuwah memiliki pengaruh kuat dan aktif dalam proses mengembalikan kejayaan umat Islam.
Kedudukan Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah adalah nikmat Allah, anugerah suci, dan pancaran cahaya rabbani yang Allah persembahkan untuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan pilihan. Allahlah yang menciptakannya. Allah berfirman:  “…Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu.” (QS: Ali Imran: 103).  “…Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…” (QS: Ali Imran: 103).
Ukhuwah adalah pemberian Allah, yang tidak bisa dibeli dengan apapun. Allah berfirman:  “…Walaupun kamu membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka… (QS: Al-Anfal: 63)”
Selain nikmat dan pemberian, ukhuwah memiliki makna empati, lebih dari sekadar simpati. Rasulullah Saw bersabda: “Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya turut merasakannya.” (HR. Imam Muslim).
Dengan ukhuwah, sesama mukmin akan saling menopang dan menguatkan, menjadi satu umat yang kuat. Rasulullah Saw. Bersabda: “Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR. Imam Bukhari).
Adapun hubungannya dengan iman, ukhuwah diikat oleh iman dan taqwa. Sebaliknya, iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman:  “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS: Al-Hujurat: 10).” Artinya, mukmin itu pasti bersaudara. Dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan. Jika Anda melihat ada yang bersaudara bukan karena iman, maka ketahuilah itu adalah persaudaraan dusta. Tidak memiliki akar dan tidak memiliki buah. Jika Anda melihat iman tanpa persaudaraan, maka itu adalah iman yang tidak sempurna, belum mencapai derajat yang diinginkan, bahkan bisa berakhir dengan permusuhan. Allah berfirman:  “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Zukhruf: 67).
Keutamaan Ukhuwah Islamiah
Ukhuwah memiliki banyak sekali keutamaan. Pertama, dengan ukhuwah kita bisa merasakan manisnya iman. Rasulullah Saw. bersabda: “Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Imam Bukhari).
Kedua, dengan ukhuwah kita akan berada di bawah naungan cinta Allah dan dilindungi dibawah Arsy-Nya. Di akhirat Allah berfirman: “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku.” (HR. Imam Muslim). Rasulullah Saw. bersabda: “Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” Orang tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat bertanya, “Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” Ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat pun berkata, “Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Imam Muslim).
Ketiga, dengan ukhuwah kita akan menjadi ahli surga di akhirat kelak. Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga.” (HR. Imam Al-Tirmizi). Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat).
Keempat, bersaudara karena Allah adalah amal mulia yang akan mendekatkan seorang hamba dengan Allah. Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, “…Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah…” Kemudian Rasul ditanya lagi, “Selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam Al-Munziri).
Kelima, dengan ukhuwah dosa-dosa kita akan diampuni oleh Allah. Rasulullah Saw bersabda:  “Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.” (Hadis yang ditkhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha’if).
Syarat dan Hak Ukhuwah
Ukhuwah memiliki beberapa syarat dan hak yang harus kita penuhi. Yang pertama, hendaknya kita bersaudara untuk mencari keridhaan Allah, bukan kepentingan atau berbagai tujuan duniawi. Tujuannya ridha Allah, mengokohkan internal umat Islam, berdiri tegar di hadapan konspirasi yang berusaha menghancurkan agama Islam. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…” (HR. Imam Bukhari).
Yang kedua, hendaknya kita saling tolong-menolong dalam keadaan suka dan duka, senang atau tidak, mudah maupun susah. Rasul bersabda, “Muslim adalah saudara muslim, ia tidak mendhaliminya dan tidak menghinanya… tidak boleh seorang muslim bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, di mana yang satu berpaling dari yang lain, dan yang lain juga berpaling darinya. Maka yang terbaik dari mereka adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Imam Muslim).
Dan yang ketiga, hendaknya kita memenuhi hak-hak umum dalam ukhuwah. Rasul bersabda: “Hak muslim atas muslim lainnya ada enam, yaitu jika berjumpa ia memberi salam, jika bersin ia mendoakannya, jika sakit ia menjenguknya, jika meninggal ia mengikuti jenazahnya, jika bersumpah ia melaksanakannya.” (HR. Imam Muslim).
Tingkatan-tingkatan Ukhuwah
Tingkatan yang terendah dari ukhuwah adalah salamatush shadr, yaitu bersihnya hati kita dari perasaan iri, dengki, benci, dan sifat-sifat negatif lainnya terhadap saudara kita. Jika kita tidak bisa memberikan suatu kebaikan kepada saudara kita, paling tidak kita tidak memiliki perasaan yang negatif kepadanya. Termasuk juga dalam tingkatan yang terendah ini adalah selamatnya saudara kita dari kejahatan lisan dan tangan kita. Jangan sekali-kali kita melakukan kezhaliman kepada saudara kita.
Adapaun tingkatan ukhuwah yang tertinggi adalah itsaar, yaitu lebih mementingkan dan mengutamakan saudara kita diatas diri kita sendiri. Inilah dahulu yang pernah dicontohkan oleh para sahabat Anshor kepada para sahabat Muhajirin di Madinah.
Tahapan-tahapan Ukhuwah
Untuk membangun ukhuwah, diperlukan beberapa tahapan. Yang pertama adalah ta’aruf, yaitu saling mengenal. Pepatah bilang: ‘Tak kenal maka tak sayang.’ Apalagi saling mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
Tahapan berikutnya adalah tafahum, yaitu saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim)
Setelah ta’aruf dan tafahum, yang berikutnya harus kita lakukan untuk mewujudkan ukhuwah adalah ta’awun, yaitu saling membantu dan menolong, tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.
Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
  1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘ Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”
  2. Memohon didoakan bila berpisah. “Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim).
  3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa. “Janganlah engkau meremehkan kebaikan (apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)
  4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim). “Tidak ada dua orang mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)
  5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
  6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
  7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
  8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
  9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Bagaimana do'a di ijabah Allah SWT ?


Kapan doa dikabulkan adalah pada waktu yang dikehendaki oleh Allah. Yang jelas, doa seorang mukmin tidak akan pernah sia-sia. Bahkan, doa seorang mukmin pasti akan “dikabulkan” oleh Allah, tetapi bagaimana, dalam bentuk apa, dan dengan cara apa doa itu dikabulkan adalah sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.
Image
Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan tidak untuk memutuskan silaturahim, kecuali Allah pasti akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal: Allah akan mengabulkan doanya dengan segera, atau Allah akan menyimpan doanya (sebagai suatu pahala) di akhirat, atau Allah akan memalingkan dan menghindarkannya dari suatu keburukan yang sebanding dengan doanya itu.” (HR Ahmad, Al-Bazzar, dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid. Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dan beliau berkata: sanadnya shahih. Demikian pula Adz-Dzahabi sependapat dengan beliau).

Demikianlah cara Allah mengabulkan doa seorang mukmin. Ada doa yang dikabulkan dengan segera. Inilah yang sering kita sebut sebagai doa yang dikabulkan. Ketika doa seseorang tidak dikabulkan dengan segera, ia akan mengatakan bahwa doanya tidak dikabulkan. Padahal Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Karena itulah bagi sebagian orang Allah justru menyimpan pahala doanya di akhirat. Akhirat adalah hari dimana setiap orang sangat butuh dengan pahala. Ketika itulah setiap orang berharap seandainya doa-doanya di dunia tidak ada yang dikabulkan di dunia, sehingga bisa menjadi simpanan pahala di akhirat.
Bentuk lain dari pengabulan doa adalah dipalingkan dan dihindarkannya seseorang dari keburukan, kejahatan, musibah, atau marabahaya yang sebanding dengan doanya. Jika Anda berdoa agar diberi rizki sebanyak 50 juta rupiah, manakah yang lebih Anda sukai: mendapatkan uang sejumlah itu lalu jatuh sakit yang biaya pengobatannya sebesar 50 juta rupiah, ataukah Anda terhindar dari sakit tersebut? Tentunya Anda akan lebih memilih yang kedua bukan? Demikianlah Allah Maha Bijaksana dan Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.

Peran Pemuda Dalam Islam


Apa sih Kelebihan pemuda ?
Pemuda memiliki empat kelebihan. Pertama, kekuatan spiritual: iman, takwa, dan ikhlas. Kedua, kekuatan intelektual: ingatan dan analisa yang tajam. Ketiga, kekuatan emosional: menggelora dan meledak-ledak, semangat dan kemauan yang kuat. Dan keempat, kekuatan fisik: tubuh masih segar dan sehat, otot-otot masih kuat.

Sosok Pemuda dalam Sejarah Kemanusiaan
Di masa terdahulu, ada sosok-sosok seperti Nabi Ibrahim muda, yang disebutkan oleh Al-Qur’an sebagai “fatan yuqalu lahu ibrahim”. Ada juga para pemuda Ashhabul Kahfi, yang disebutkan oleh Al-Qur’an sebagai “innahum fityatun amanu birabbihim wa zidnahum huda”.
Demikian pula di masa Rasulullah saw, kita mendapati bahwa sebagian besar yang dibina oleh Rasulullah saw di rumah Arqaam bin Abil Arqam adalah para pemuda. Berikut ini nama-nama mereka:

1.    Ali bin Ali Thalib, paling muda, 8 tahun
2.    Az Zubair bin Al ‘Awwam, 8 tahun
3.    Thalhah bin Ubaidillah, 11 tahun
4.    Al Arqam bin Abil Arqaam, 12 tahun
5.    Abdullah bin Mas’ud, 14 tahun
6.    Sa’ad bin Abi Waqqaas, 17 tahun
7.    Su’ud bin Rabi’ah, 17 tahun
8.    Abdullah bin Mazh’un, 17 tahun
9.    Ja’far bin Abi Thalib, 18 tahun
10.  Qudaamah bin Mazh’un, 19 tahun
11.  Sa’id bin Zaid, di bawah 20 tahun
12.  Suhaib Ar Rumi, di bawah 20 tahun
13.  Assa’ib bin Mazh’un, sekitar 20 tahun
14.  Zaid bin Haritsah, sekitar 20 tahun
15.  ‘Usman bin ‘Affan, sekitar 20 tahun
16.  Tulaib bin ‘Umair, sekitar 20 tahun
17.  Khabab bin Al Art, juga sekitar 20 tahun
18.  ‘Aamir bin Fahirah, 23 tahun
19.  Mush’ab bin ‘Umair, 24 tahun
20.  Al Miqdad bin Al Aswad, 24 tahun
21.  Abdullah bin Al Jahsy, 25 tahun
22.  Umar bin Al Khaththab, 26 tahun
23.  Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, 27 tahun
24.  ‘Utbah bin Ghazwaan, juga 27 tahun
25.  Abu Hudzaifah bin ‘Utbah, sekitar 30 tahun
26.  Bilal bin Rabah, sekitar 30 tahun
27.  ‘Ayyasy bin Rabi’ah, sekitar 30 tahun
28.  ‘Amir bin Rabi’ah, sekitar 30 tahun
29.  Nu’aim bin Abdillah, hampir 30 tahun
30.  ‘Usman bin Mazh’un, sekitar 30 tahun
31.  Abu Salamah, Abdullah bin ‘Abdil Asad Al Makhzumi, sekitar 30 tahun
32.  Abdurrahman bin ‘Auf, 30 tahun
33.  Ammar bin Yasir, antara 30-40 tahun
34.  Abu Bakar Ash Shiddiq, 37 tahun

Sepeninggal Rasulullah saw, kita memiliki sosok seperti Umar bin Abdul Aziz, yang menjadi khalifah sebelum berusia 35 tahun. Karena keadilan dan kebijaksanaannya dalam memimpin, sampai-sampai ia dijuluki sebagai khalifah rasyidah yang ke-5. Kita juga mengenal Muhammad Al-Fatih, yang dalam usia belia memimpin penaklukan Konstantinopel

Hasil Drawing Liga Champions 2012/2013









sumber : uefa.com